Analisa Trade Steve Nash ke Lakers
By Rangga Sobiran, Keep It NBA contributor
Kemarin pagi diberitakan bahwa Steve Nash akan bergabung dengan
Los Angeles Lakers setelah Phoenix Suns setuju untuk melakukan sign-and-trade deal. Dari trade ini Suns
akan menerima 4 draft picks (menurut
yahoo sports Suns akan memiliki hak draft pick pilihan pertama milik Lakers di
tahun 2013 dan 2015; hak draft pick pilihan kedua milik Lakers di tahun 2014
dan 2015) serta trade exception,
sebesar $8.9 juta, yang Lakers terima melalui trade Lamar Odom ke Dallas
Mavericks tahun lalu.
Nash sendiri dipastikan akan menerima kontrak senilai $27
juta dengan masa kontrak 3 tahun; nilai kontrak yang bisa dibilang ‘bargain’ untuk jasa seorang Steve Nash
mengingat seminggu sebelumnya Toronto Raptors berani memberikan penawaran
sampai sebesar $36 juta dengan masa kontrak 3 tahun untuk membawa Nash pulang
ke Kanada. Alasan Nash menolak tawaran uang yang 30 persen lebih banyak
tentunya adalah kesempatan untuk meraih satu hal yang belum pernah
dirasakannya, menjadi juara NBA.
Namun, pertanyaannya adalah, apakah Lakers benar-benar
memiliki kesempatan untuk mengungguli Miami Heat dan Oklahoma City Thunder
dengan masuknya Nash? Saya jujur bukan seseorang yang suka berspekulasi
mengenai siapa yang akan menjadi juara NBA disaat seluruh tim masih berbenah
dan musim kompetisi belum bergulir. Tetapi, saya ingin berbagi pendapat
mengenai kira-kira impact seperti apa yang akan diberikan Steve Nash terhadap
Lakers, kelebihan dan kekurangannya.
PLUS +
Kombinasi Orkestrator Serangan Sejati
dan Penembak Jitu. Tidak akan ada yang mempertanyakan kemampuan Steve
Nash sebagai point guard dalam mengatur irama permainan dan mencari jalur operan ke pemain yang terbuka
(karir 8.6 assist per game; double
digit assist per game 6 kali
dalam 7 tahun terakhir). Selain itu dengan karir persentasi field goal hampir 50 persen dan
persentasi 3-point field goal di
atas 42 persen tidak akan ada pemain lawan yang berani membiarkannya
terbuka lebar.
Kombinasi inilah yang tidak pernah
dimiliki oleh point guard Lakers era
Kobe Bryant seperti Derek Fisher, Smush Parker, Steve Blake dan terakhir Ramon
Sessions. Mungkin banyak orang yang mempertanyakan, mengapa Lakers butuh point guard seperti Nash padahal dengan
Fisher saja Lakers mampu merebut 5 piala Larry O’Brien. Alasannya Lakers sudah
tidak lagi memainkan sistem Triangle
Offense yang memang tidak terlalu memaksimalkan peran point guard untuk dapat berjalan dengan efektif. Coach Mike Brown memainkan offensive set yang sedikit lebih
konservatif yang mengkombinasikan kemampuan Bryant mencetak angka di area perimeter dan Andrew Bynum/Pau Gasol di
area paint.
Apabila ada pemain yang pantas
diberikan tugas mengatur keseimbangan itu, Steve Nash-lah orangnya. Ketajaman
Nash dalam melesakkan tembakan jarak jauh juga akan membuat musuh lebih
berhati-hati dalam melakukan double-team
atas Bynum/Gasol di low post atau
Bryant saat situasi pick-and-roll/pop;
karena membiarkan Nash terbuka akan sangat berisiko.
Kemampuan Mengoptimalkan Produksi
Pemain Lain. Hampir semua pemain yang bermain bersama Nash mengalami
peningkatan statistik khususnya dalam kategori mencetak angka. Beberapa
tahun terakhir para pemain Suns yang bisa dikategorikan ‘Pemain NBA Kelas
Menengah’ seperti Jared Dudley, Shannon Brown, Channing Frye dan Grant
Hill mampu memberikan produksi angka di atas ekspektasi dengan mengikuti
arahan dari Nash saat offensive
possession.
Dengan ada-nya Nash, Lakers
memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan produksi dari talenta muda yang mereka
miliki seperti Josh McRoberts dan Devin Ebanks, dua pemain dengan kemampuan atletik
yang cocok dengan permainan fast break a la Suns; dan Andrew Goudelock, pemain
yang punya potensi menjadi penembak jarak jauh yang berbahaya. Saya juga
melihat peluang bagi Metta World Peace yang sering angin-anginan untuk
meperbaiki performanya, terutama dari segi efisiensi field goal.
Memberikan Kobe Bryant Peluang Mencetak Angka Lebih
Efisien. Kobe Bryant akan berumur 34 tahun saat musim kompetisi
2012-13 dimulai; dan hal yang harus mulai diperhatikan oleh Bryant adalah
bagaimana caranya agar ia dapat menjaga stamina dan energi agar tetap fit
di saat-saat menentukan. Banyak yang berpendapat bahwa salah satu alasan
mengapa Lakers tidak maksimal di Playoff 2012 adalah akibat ketergantungan
terhadap Bryant untuk menjadi playmaker
terlalu tinggi (walaupun gaya
bermain Bryant yang terkenal cenderung egois patut disalahkan juga), tidak
sebanding dengan stamina dan kemampuan fisik-nya yang sudah mulai menurun.
Bahkan Michael Jordan saja merasa perlu untuk merubah gaya
permainannya di three-peat
keduanya bersama Bulls (95 sampai dengan 98); dimana Jordan
lebih banyak bermain tanpa bola dan membiarkan Scottie Pippen lebih sering
mengatur serangan.
Apabila Bryant bersedia bekerjasama
dengan Nash, Bryant akan mampu mencetak angka lebih efisien tanpa harus bekerja
extra keras mengorbankan tubuh dan stamina-nya untuk menciptakan peluang. Dengan
mendelegasikan separuh atau 65 persen tugas playmaker
ke tangan Nash, Bryant akan tetap fit dan tajam di saat-saat terpenting dimana
ia sangat dibutuhkan.
Memaksimalkan Talenta dan Potensi
Andrew Bynum. Banyak yang percaya bahwa Nash-lah yang paling berjasa
mengangkat Amar’e Stoudemire menjadi salah satu power forward terbaik di NBA. Lakers berharap Nash dapat
melakukan hal yang sama terhadap Andrew Bynum yang tahun lalu berhasil terpilih
untuk pertama kalinya menjadi All-Star tetapi masih belum mampu
menunjukkan permainan level
All-Star dengan konsisten.
Bermain bersama Nash, Bynum akan diasah
kemampuannya memainkan pick-and-roll
dan melakukan operan keluar dari double-team
di bawah ring seperti yang sangat ahli dilakukan oleh Shaquille O’Neal semasa
membela Lakers.
MINUS -
Penurunan Kualitas Team Defense. Bukan berita baru kalau secara individu Steve
Nash termasuk salah satu point guard terburuk
dalam urusan bertahan; Nash dengan segala kekurangannya secara fisik dan
kemampuan atletik selalu kesulitan untuk tetap berada di depan lawannya
terutama saat melakukan penjagaan terhadap point
guard yang lebih dominan secara fisik seperti Derrick Rose, Deron Williams
dan Russell Westbrook, atau dominan secara kecepatan seperti Chris Paul dan
Tony Parker.
Kelemahan Nash dalam bertahan secara individu akan
mempengaruhi kualitas team defense
Lakers. Masih ingat rotasi perimeter
defense Lakers yang sering telat dan mudah di-penetrasi lawan saat masih
mengandalkan Fisher sebelum trade
deadline musim lalu? Kemungkinan Lakers akan kembali menghadapi masalah
yang sama dengan Nash sebagai point guard.
Apabila di akhir musim lalu dengan Sessions yang punya kecepatan dalam bertahan
saja Bynum dan Gasol masih sering kewalahan menutup pertahanan di daerah interior (seperti saat melawan Thunder
di babak semifinal wilayah dimana Westbrook mampu merajalela di beberapa
pertandingan), pada musim depan kedua bigman
andalan Lakers ini kemungkinan akan semakin keteteran kalau mereka tidak sigap
meng-cover saat pemain yang dijaga
Nash dapat dengan mudah menembus penjagaan di area perimeter sepanjang
pertandingan.
Tanggapan Secara Overall
Secara overall, trade ini merupakan sebuah progres yang
positif untuk Lakers dalam usahanya kembali menjadi championship contender; terutama apabila poin-poin positif yang
disebutkan di atas dapat direalisasikan. Namun trade ini juga masih belum menjamin
Lakers akan lebih baik dari rival terdekatnya, Thunder, dan juara bertahan,
Heat. Masih ada beberapa kelemahan yang perlu dibenahi oleh Lakers seperti team defense dan mencari cara
mengoptimalkan tandem bigman Gasol
dan Bynum yang gaya
permainannya cenderung overlapping
dan tidak saling melengkapi satu sama lain. Lakers belum selesai berbenah,
masih ada kemungkinan trade lain lagi menyusul.
No comments:
Post a Comment